Kemarahan gerbang kematian

SISUPALA

Karma dari Itihasa Mahabharata, tersebutlah kisah di Kerajaan Chedi. Rajanya bernama Damagosa didampingi permaisuri Srutasrawa. Keluarga kerajaan ini masih terikat kekerabatan dengan Vasudewa Krishna.

Damagosa dan Srutasrawa memiliki seorang putra bernama Sisupala yang lahir dengan tiga mata dan empat lengan. Karena keanehan itu, orangtuanya berniat utk membuangnya, namun sabda langit mencegah mereka melakukan hal tersebut karena Sisupala ditakdirkan hidup sampai dewasa.

Sabda tersebut mengatakan bahwa tubuh Sisupala dapat menjadi normal jika dipangku oleh seseorang yang istimewa, yaitu seorang titisan Dewa Wisnu. Sabda langit itu juga meramalkan kematian Sisupala akan terjadi di tangan orang yang sama yang menghilangkan mata ketiga dan kedua lengannya.

Ketika Vasudewa Krishna dan keluarganya menjenguk Srutasrawa, Vasudewa Krishna memangku Sisupala. Seketika itu pula mata dan lengan tambahan di tubuh Sisupala tiba-tiba lenyap. Mengetahui hal tersebut, orangtua Sisupala sadar bahwa kematian Sisupala juga berada di tangan Vasudewa Krishna.

Karena itu mereka menyembah dan memohon agar Vasudewa Krishna mau berjanji mengampuni kesalahan yang diperbuat Sisupala apabila anak tersebut sudah dewasa. Demi kebahagiaan dan ketenangan kedua orang tua Sisupala, Vasudewa Krishna berjanji bahwa ia akan mengampuni Sisupala.

Namun ia juga memberi ruang bagi perwujudan karma : ia memberi batas apabila Sisupala sudah menghinanya lebih dari 100 kali, dan penghinaan itu dilakukan di hadapan orang banyak, maka Vasudewa Krishna dibebaskan dari janjinya untuk memaafkan Sisupala.

Berpuluh-puluh tahun kemudian, di balairung kerajaan Indraprastha, dihadapan para raja undangan upacara Rajasuya, Yudhisthira mengangkat Vasudewa Krishna sebagai tamu kehormatan yang sesuai tradisi akan memakaikan mahkota Rajasuya di kepala Yudhisthira .

Sisupala yang hadir dan duduk di kursi undangan tiba-tiba berdiri lalu dengan penuh kebencian mencela keputusan Yudhisthira itu. Setelah menghina Yudhisthira, Sisupala mengejek Bima, memaki Arjuna dan mengutuki Nakula dan Sahadewa, lalu Sisupala juga merendahkan Drupadi.

Ucapan-ucapan penuh hinaan itu justru semakin memanaskan hati Sisupala sendiri, dan ia semakin tidak dapat mengendalikan diri. Pandangan matanyapun ditujukan kepada Vasudewa Krishna. Dengan congkak dan penuh amarah ia kemudian melontarkan hinaan kepada Vasudewa Krishna.

Baca juga :   INILAH TUJUAN MLASTI - MALA ASTI

Ia terus menghina sambil menghitung jumlah hinaan yang sudah ia ucapkan. Ia sudah mendengar ramalan kematiannya akan terjadi di tangan Krishna setelah penghinaannya yang ke sekian kali.

Maka karmapun menemukan jalannya. Mabuk oleh ucapannya sendiri, Sisupala tak lagi pandai berhitung.

Ia sendiri sudah lupa entah berapa hinaan yang sudah ia ucapkan. Ditambah tepuk tangan dari beberapa raja yang menyemangatinya, hatinya kini semakin panas ibarat api disiram minyak. Setiap kata hinaan yang dia ucapkan membuat hatinya semakin panas dan dipenuhi kebencian.

Ia terus memaki. Ia menghina kerajaan Indraprastha yang mengundangnya dengan penuh hormat. Ia menghina Yudhisthira yang memperlakukannya selayaknya tamu undangan. Ia menghina lambang-lambang kerajaan Indraprastha. Ia menghina Panca Pandawa. Ia menghina Permaisuri Drupadi.

Dan ia juga terus melontarkan hinaan kepada Vasudewa Krishna. Arjuna yg tidak tahan mendengar hinaan-hinaan itu bersiap memanggil Pasupati, panah sakti pemberian Dewa Siwa. Tapi Yudhisthira mengedipkan mata: biarlah hanya Vasudewa Krishna saja yang memutuskan apa yang terbaik.

Hingga akhirnya, Chakra Sudarshana pun menyala di tangan Vasudewa Krishna. Sinarnya menyilaukan mata bagaikan sejuta matahari. Para tamu undangan memejamkan mata, tidak kuat menahan silau. Ketika mereka membuka mata, kepala Sisupala sudah terpisah dari badan.

Ia mati ditangan Vasudewa Krishna seperti sabda langit di hari kelahirannya. Vasudewa Krishna maju ke panggung dan berkata kepada seluruh undangan, bahwa Chakra Sudharsana telah mencegah Sisupala dari dosa-dosa lain yang pasti akan terus dibuatnya bila ia hidup. Kematiannya adalah pembebasannya.


Sahabat, mari belajar dari Sisupala. Sisupala fisik telah mati, tapi sifat-sifat seperti itu bisa muncul kapan saja. Kita kadang melihat ada orang yg begitu banyak melontarkan hinaan. Pahlawan dihina, gambar uang dihina, keyakinan orang lain dihina, lambang dan pemimpin negara dihina.

Baca juga :   MENERAPKAN TRI HITA KARANA SEBAGAI PENSUCIAN DIRI

Bia bertemu orang seperti itu, ingatlah pesan Yudistira: biarkan itu menjadi urusan Vasudewa Krisna. Kita cukup berdoa, semoga ia segera sadar sebelum Chakra Sudarshana menunaikan tugasnya. Karena karma tak pernah salah mencari jalannya.

Percayalah, hidup setiap orang memiliki ribuan lubang yang bisa membuat terperosok setiap saat. Lubang kesedihan, penderitaan, kekalahan, kehilangan, sakit, nestapa krn berbagai sebab. Demi nama baik Tuhan, semestinya kita percaya bahwa tdk ada tindakan apapun yg terbebas dari akibat.

Karenanya, ayo tingkatkan kesadaran. Sadari, eling, bahwa kita selalu ditarik oleh tri guna. Kendalikan, pilih respon yang baik, yg benar dan yang indah. Selebihnya, biarkan hukum karma bekerja.

Aum a no bhadrah kretawo yantu wiswatah. Semoga pikiran baik datang dari segala penjuru 🙏

Please follow and like us:
fb-share-icon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *