Sejarah dan Keistimewaan Nyepi | Prof. Dr. drh. Wayan Tunas Artama

Bapak/ibu yang kami hormati, kita semua tahu bahwa agama Hindu berasal dari India. Pada awal abad Masehi di India dan daerah sekitarnya selalu bergejolak mengalami krisis dan konflik peperangan antar suku, kerajaan, antar negara bahkan dengan negara-negara lainnya di Asia Selatan dan Timur Tengah, (Tibet, Persia, Afganistan, Pakistan, Kashmir, Iran, India), antara bangsa Saka (Scythia), Pahlava, Yuech-Ci (Cina), Yavana (Yunani), Malava (India), memperebutkan Tanah Subur dan Kekuasaan. Selama berabad abad mereka saling menaklukkan satu sama lain, silih berganti saling menguasai wilayah, namun akhirnya pada awal tahun 248 SM bangsa Pahlavalah yang unggul dalam peperangan melawan bangsa lainya termasuk Yavana dan Saka sehingga menguasai daerah yang sangat luas. Bangsa Saka yang kalah dalam peperangan, mengembara dan mampu menyesuaikan diri dengan cepat dan mencanangkan strategi cinta damai (soft diplomacy) dengan membawa satu misi kooperatif perdamaian dengan mengedepankan aspek budaya dan humanisme. Bangsa Saka dengan seni budaya tinggi dan ketatanegaraan yang terbuka mampu mengetuk hati penguasa bangsa Pahlava, yaitu bangsa penguasa saat itu dan mengakui keunggulan bangsa Saka yang mengalihkan perjuangannya dari kekerasan senjata menjadi ideologis, sosial budaya yang mencirikan keharmonisan, perdamaian dan mengedepankan issue kesejahteraan global. Misi Humanisme dengan kedamaian akhirnya menjadi akulturasi budaya sinkretisme antar bangsa-bangsa yang tadinya saling bermusuhan berakhir dengan suatu perdamaian dan tatanan yang harmonis antar bangsa tadi. Oleh karena sikap politik bangsa Saka ini merubah tatanan menjadi persaudaraan semesta sehingga Raja Kaniska I, II, III mengadopsi filosofi Bangsa Saka untuk meraih simpati masyarakat dengan gerakan yang mengedepankan kesejahteraan dan kemanusian. Raja Kaniskha II kemudian menetapkan pada tahun 78 Masehi, sebagai suatu pencerahan bangsa-bangsa yang berdamai dengan memberikan penghargaan pada bangsa Saka yang memelopori pergerakan itu dan dinyatakan sebagai Tahun Baru Saka yang di peringati secara khidmat dengan tapa brata serentak di seluruh negeri. Oleh karena itu maka Tahun baru saka diperingati sebagai hari kebangkitan peradaban Hindu yang ditandai dengan kerukunan, kedamaian dan toleransi. Keberhasilan ini akhirnya disebarkan ke seluruh Asia dan juga akhirnya sampai ke Indonesia.

Baca juga :   Apakah Yoga dapat tangkal Virus Corona, ini penjelaaannya

Sejak Abad ke 4 Masehi Agama Hindu berkembang di Nusantara, termasuk sistem penanggalan Saka pun berkembang di Nusantara yang dipersatukan menjadi NKRI dan penanggalan itu masih berlaku hingga kini. Penyebaran agama Hindu ke Nusantara dilakukan oleh Pendeta Aji Saka dari Gujarat India. Beliau mendarat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah pada tahun 456 M. Dari beliau dan 2 orang pengikutnya lah melahirkan Aksara Jawa, kemudian pada zaman kerajaan Majapahit setiap bulan Caitra ( Maret ) di peringati sebagai Tahun Baru Saka di jelaskan dalam kitab Negara Kertagama oleh Rakawi Prapanca. Kerajaan Majapahit lalu menaklukan kerajaan di Bali pada abad ke 14 maka sistem Tahun Saka kemudian diberlakukan di Bali hingga saat ini. Setiap Sasih Kesanga yang didasarkan pada Lontar Sundarigama, serta kemudian perkembangan Hindu di Indonesia sejalan dengan akulturasi budaya lokal dan mengakar kuat pada budaya setempat sehingga menjadi unik di masing – masing daerah.

Mengapa Hari Raya Nyepi menjadi istimewa?

Nyepi berasal dari kata  Sepi, Sipeng, yang berarti sunyi, hening, ning, senyap, oleh karenanya perayaan Tahun Baru Saka di Indonesia dirayakan sangat berbeda dengan tahun baru pada umumnya yaitu dirayakan dengan brata penyepian yang telah kami sebutkan sebelumnya yaitu dengan hening dalam suasana sunyi untuk melakukan Mulat Sarira/Introspeksi diri/evaluasi diri, bertanya tentang apa yang telah kita perbuat di dalam kehidupan ini dan mengapa kita ada di sini, kebajikan apa yang telah kita lakukan, kesalahan mana yang harus kita perbaiki dan kemana akan kita langkahkan kaki kita di tahun yang akan datang, rencana hidup dan bakti yang bagaimana akan kita lanjutkan. serta masih banyak pikiran lainnya. Bukankah kita memerlukan ketenangan dan keheningan untuk melakukan semua itu ?? 

Baca juga :   Pembatasan Kegiatan Rumah Ibadah, Sembahyang di Rumah Saja

Memulai proses rangkaian Perayaan Nyepi mengandung makna yang sangat mendalam tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan manusia di era global ini, dimana arus informasi yang demikian cepat, keterbukaan informasi yang tidak dapat dibendung lagi, akses media sosial yang menyebar luas, perkembangan teknologi yang berbasis IT begitu cepat, industri bioteknologi yang merambah berbagai aspek kehidupan, perubahan iklim yang berdampak pada kesehatan publik secara luas seperti berbagai ancaman penyakit-penyakit  yang baru muncul seperti: COVID-19, Ebola, Zika, Nipah,  persaingan global dalam era disrupsi industry 4.0. Disamping itu terjadinya kontraksi ekonomi akibat pandemic COVID-19 maka dari itu diperlukan Langkah-langkah strategis untuk pemulihan ekonomi dan perubahan tatanan sosial baru diawali dengan pemulihan Kesehatan melalui vaksinasi dan ketaatan kita pada protokol kesehatan. Oleh karena itu, yang kita butuhkan adalah Kerjasama, kedamaian,  toleransi, gotong royong saling membantu tanpa memandang agama, ras,dan golongan dan respek pada sesama. 

Rangkaian ritual Nyepi dimulai dengan MELASTI, Tawur Kesanga, Nyepi, Ngembak Geni dan di tutup dengan kegiatan Dharma Santhi untuk membekali umat dalam menjalani tahun baru, yang dilaksanakan bersamaan dengan Hari Bumi se dunia/Earth Hour dan dianjurkan semua umat di muka bumi ini ikut mematikan lampu selama 2 jam yaitu dari pkl 20.00 sd 22.00.

Prof. Dr. drh. Wayan Tunas Artama, Lulus S1 di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada tahun 1978, lulus S3 di Institut fur Veterinar Biochemie, Freie Universitaet Berlin, Jerman, tahun 1989. Saat ini adalah dosen tetap Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Pernah menjadi Wakil Dekan Bidang Akademik, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Fakultas Kedokteran Hewan dan mendapatkan penghargaan British Counsil Research Awards. Aktif melakukan penelitian mengenai Toksoplasmosis dan menulis artikel, baik di jurnal nasional maupun internasional. Pernah tampil di beberapa seminar nasional dan internasional (Sumber https://ugmpress.ugm.ac.id). Aktif didalam organisasi keagamaan, Pengurus Parisada Hindu Dharma D.I. Yogyakarta, Ketua Pengempon Pura Banguntapan yang merupakan pura Provinsi, Ketua Panitia Nyepi tahun 2021.

Please follow and like us:
fb-share-icon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *