Lenyap Upacara Agni Hotra di zaman Kaliyuga
Lenyapnya Upacara Agnihotra pada Zaman Kali
Oleh: Darmayasa
Sῑdanti agnihotrāṇi guru-pūjā praṇaśyati
Kumāryaś ca prasūyante’smin kaliyuge sadā
(Parāśara Dharma Śāstra 1.31)“Ciri-ciri umum pada zaman edan Kaliyuga ini adalah upacara Agnihotra terhenti, rasa hormat bhakti kepada yang patut dihormati menjadi musnah lenyap, dan anak-anak perempuan yang masih belum cukup usia pada melahirkan anak.”
Kutipan śloka di atas menyebutkan ciri-ciri umum yang terjadi pada zaman Kaliyuga. Kata kali (kaliyuga) dalam bahasa Sanskerta berarti semrawut, campur baur, tumpang tindih, kacau balau, penuh pertengkaran. Hal umum terjadi pada zaman Kali ini (asmin kaliyuge sadā) disebutkan anak gadis belum cukup umur akan melahirkan anak (kumāryaś ca prasūyante), penghormatan pada orang-orang yang patut dihormati seperti para Guru, orang tua, leluhur, para tokoh masyarakat, dan lain-lain semua akan terhenti alias musnah (guru-pūjā praṇaśyati). Akhirnya yang paling penting sehubungan dengan topik yang sedang dibahas adalah pelaksanaan upacara agnihotra yang dijalankan sejak zaman dahulu, sejak jutaan-jutaan tahun yang lalu, kini pada akhirnya menjadi terhenti. Agnihotra menjadi lenyap dengan sendirinya. Pada zaman Kali orang-orang tidak akan melakukan agnihotra lagi. Menurut (alm) Ida Pedanda Oka Puniaatmaja selesai kami mengikuti upacara agnihotra di India, terhentinya pelaksanaan agnihotra di Bali akibat terjadi kebakaran bangunan Yajñaśāla tempat agnihotra diselenggarakan. Sejak itu, Raja Gelgel Dalem Dimade memerintahkan untuk menghentikan agnihotra.
Agnihotra merupakan upacara yang sedang digandrungi oleh banyak umat Hindu di tanah air belakangan ini. Terdapat pro-kontra terhadap upacara agnihotra. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju. Ada yang suka dan ada pula yang tidak suka. Ada pula yang dari tidak suka, tidak setuju, akhirnya berubah menjadi anti dan “menyerang” agnihotra. Ada pula yang beranggapan upacara agnihotra saja sudah cukup, tidak perlu upacara lain yang serba rumit dan biaya mahal. Namun tanpa disadari, mereka juga melaksanakan upacara agnihotra justru kurang dan lebih juga sama rumit dan mahal. Sedangkan kelompok ketiga tetap melaksanakan upacara-upacara seperti biasa tetapi juga disertakan dengan pelaksanaan agnihotra. Pandita dan Pinandita sekarang mulai melakukan upacara agnihotra bersama-sama dengan upacara tradisional yang mereka lakukan di masyarakat. Namun masih jarang para Pandita-Pinandita melakukannya dua kali dalam sehari di Griya sesuai dengan kewajiban bagi seorang Pandita.
Kitab suci yang merupakan sumber paling bonafid adalah Catur Veda, yaitu Ṛg Veda, Yajur Veda, Sāma Veda, dan Atharva Veda. Keempat Veda ini memuat perihal upacara agnihotra dalam jumlah mantra yang sangat banyak. Selain penyebutan secara langsung agnihotra dalam jumlah sangat banyak, juga sebutan agnihotra sebagai yajñā ….
Lontar Śīlakrama menyebutkan …., dan termasuk melakukan Homa yajña (śuddha ngaranya majapa mahoma).
.
Akhirnya, walaupun bukti-bukti peninggalan leluhur banyak mendukung keberadaan upacara agnihotra pada zaman dahulu, namun mengingat di tanah air upacara ini dalam praktik sudah tidak ada lagi, maka memulai kembali pun memerlukan keberhati-hatian yang jeli.
——————
Semoga semua berbahagia : Purnama dan BloodMoon (Gerhana Bulan) 31 Jan 2018