Mengungkap Makna Pangrupukan dalam Perayaan Hari Suci Nyepi: Sebuah Sorotan dari Jogja
Hindujogja.com | Pada tanggal 10 Maret 2024, di Pura Banguntapan Yogyakarta, sebuah peristiwa sakral kembali memukau hati umat Hindu dan masyarakat sekitar. Malam Tilem Kesanga menjadi saksi dari pelaksanaan Pawai Ogoh-Ogoh yang menandai momen puncak perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Caka 1946/2024 Masehi.
Pawai Ogoh-Ogoh, yang diadakan di Pura Jagatnatha Banguntapan, bukan hanya sekadar sebuah tradisi rutin, tetapi lebih dari itu, menjadi penanda kekuatan spiritual dan solidaritas komunal dalam menghadapi kekuatan gelap. Di sinilah makna Pangrupukan terwujud dalam kebersamaan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan sekitar.
Acara ini tidak hanya melibatkan umat Hindu dari Pura Jagatnatha Banguntapan, tetapi juga dimeriahkan oleh kehadiran rombongan mahasiswa dari berbagai universitas dan komunitas Hindu di Jogja. Hal ini menunjukkan bahwa semangat kebersamaan dan kerukunan lintas agama masih terus berkobar di tengah masyarakat.
Pawai Ogoh-Ogoh bukan hanya sekadar prosesi mengarak patung-patung raksasa yang menakutkan, tetapi juga sebuah panggung penting untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan spiritual kepada generasi muda. Melalui simbol-simbol yang dipresentasikan dalam Ogoh-Ogoh, seperti kebaikan melawan kejahatan, kesucian melawan kekotoran, generasi muda diajarkan untuk memahami pentingnya memilih jalan kebaikan dalam hidup mereka.
Di tengah gemerlapnya Pawai Ogoh-Ogoh, pesan tentang kebersihan spiritual dan kesucian batin tercermin dengan jelas. Melalui prosesi ini, umat Hindu dan masyarakat sekitar diajak untuk melakukan introspeksi diri, membersihkan diri dari sifat-sifat negatif, dan memulai perjalanan baru dengan hati yang bersih dan jiwa yang suci.
Pura Jagatnatha Banguntapan menjadi saksi bisu dari kesatuan spiritual dan kebersamaan dalam perayaan Pangrupukan. Sebuah momen yang tidak hanya meninggalkan kenangan indah, tetapi juga menguatkan ikatan sosial dan spiritual di tengah-tengah masyarakat.
Mengungkap Makna Pangrupukan dalam Perayaan Hari Suci Nyepi
Hari Nyepi merupakan perayaan sakral bagi umat Hindu Nusantara yang dipenuhi dengan serangkaian ritual dan tradisi yang sarat akan makna spiritual. Salah satu tahapan penting dalam rangkaian perayaan ini adalah pengerupukan atau Pangrupukan, yang memiliki signifikansi mendalam dalam upaya membersihkan lingkungan dari kehadiran Bhuta Kala, manifestasi dari sifat-sifat buruk.
Pada malam sebelum Hari Nyepi, komunitas Hindu di berbagai tempat di Nusantara melakukan prosesi pengerupukan. Aktivitas ini dilakukan secara bersama-sama, melibatkan seluruh anggota masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Dalam prosesi ini, Bhuta Kala diusir dengan berbagai cara, seperti menggelar pawai ogoh-ogoh, membunyikan kentongan, hingga menyalakan api unggun. Tujuan utamanya adalah untuk membersihkan lingkungan dari keberadaan unsur-unsur negatif yang dapat mengganggu ketenangan batin.
Menurut keyakinan Hindu, Bhuta Kala merupakan entitas spiritual yang mewakili sifat-sifat buruk seperti kemarahan, keserakahan, kedengkian, dan kebencian. Keberadaannya dianggap dapat mengganggu ketenteraman dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, pengerupukan menjadi momen penting untuk mengusir keberadaannya dari lingkungan.
Pengerupukan juga memiliki makna simbolis yang mendalam. Melalui prosesi ini, umat Hindu diajarkan untuk melakukan introspeksi diri, mengidentifikasi dan mengusir sifat-sifat negatif yang ada dalam diri mereka sendiri. Ini menjadi momentum untuk melakukan penyucian batin dan memulai tahun baru dengan sikap yang lebih baik dan jiwa yang lebih bersih.
Selain itu, pengerupukan juga menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan dan solidaritas antar anggota masyarakat Hindu. Melalui kerja sama dan kolaborasi dalam menyelenggarakan acara ini, mereka mengalami kesatuan dalam membangun lingkungan yang bersih dari pengaruh negatif.
Dalam konteks lebih luas, pengerupukan juga memberikan pesan universal tentang pentingnya menjaga kebersihan, baik secara fisik maupun spiritual. Membersihkan lingkungan dari sampah dan kekotoran fisik merupakan tanggung jawab kita sebagai warga dunia. Begitu juga dengan membersihkan diri dari sifat-sifat negatif dan ego yang dapat meracuni hubungan sosial dan spiritual.
Secara keseluruhan, Pangrupukan dalam perayaan Hari Nyepi bukan hanya sekadar ritual tradisional, tetapi juga sebuah ajaran yang sarat akan makna. Ia mengajarkan tentang pentingnya membersihkan diri dan lingkungan dari keberadaan sifat-sifat buruk, serta mengajak untuk memulai tahun baru dengan niat yang tulus dan jiwa yang suci.
Dengan demikian, Pawai Ogoh-Ogoh di Pura Banguntapan Yogyakarta pada tahun ini bukan hanya menjadi acara seremonial semata, tetapi juga menjadi momentum berharga untuk merayakan kebersamaan, kekuatan spiritual, dan makna yang terkandung dalam Pangrupukan dalam perayaan Hari Suci Nyepi.