Sarasamuccaya

Sarasamuccaya (1).
dharme cārthe ca kāme ca

mokṣe ca bhāratarṣabha

yadihāsti tadanyatra
yannehāsti an tat kvacit.
Anakku kamung Janamejaya, salwirning warawarah, yāwat makapadārthang catur-warga, sāwataranya, sakopanyāsanya, hana juga ya ngke, sangkṣepanya, ikang hana ngke, ya ika hana ing len sangkeriki, ikang tan hana ngke, tan hana ika ring len sangkeriki.
Wahai Engkau anakku Mahārāja Janamejaya, seluruh ajaran (dalam pustaka suci Mahābhārata ini) melingkupi penjelaskan tentang Catur Warga; Dharma (kewajiban suci), Artha (harta benda), Kāma (kesenangan, kenikmatan), dan Mokṣa (pembebasan langgeng dari kesengsaraan), seluruh hasilnya, cara melaksanakannya, semuanya tercantum di sini. Kesimpulannya, ajaran apa pun yang ada di kitab (Mahābhārata) ini, pasti ada di kitab lainnya, sedangkan yang tidak ada di kitab ini, pasti juga tidak ada pada kitab lainnya.
Sarasamuccaya (2).
Mānuṣaḥ sarva-bhūteṣu
varttate vai śubhāśubhe
aśubheṣu samaviṣṭam
śubhesvevāvakārayet.
Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wӗnang gumawayaken ikang śubhāśubha-karma, kunӗng panӗntasakӗna ring śubhakarma juga ikang aśubha-karma phalaning dadi wwang.
Diantara seluruh makhluk hidup, hanya yang terlahirkan menjadi manusia sajalah yang mampu melakukan perbuatan baik atau perbuatan tidak baik. Demi terleburkan seluruh perbuatan yang tidak baik ke dalam perbuatan baiklah gunanya terlahir menjadi manusia.
Sarasamuccaya (3).
Upabhogaih parityaktam
nātmānam avasādayet
cāṇḍālatvepi mānuṣyaṁ
sarvathā tāta durlabham.
Matangnyan haywa juga wwang manastapa, an tan paribhawa, si dadi wwang ta pwa kagӧngakӗna ri ambӗk apayāpan paramadhurlabha iking si janma-mānuṣa ngaranya, yadyapi caṇḍālayoni tuwi.
Oleh karena itu orang hendaknya jangan berduka, walaupun hidup serba kekurangan, (mendapat kesempatan) lahir menjadi manusia itulah yang patut dibanggakan di dalam lubuk hati, karena sangat amat sulit mendapat kesempatan lahir sebagai manusia, walaupun terlahirkan sebagai (yang dipandang rendah) Cāṇḍāla sekalipun.
Sarasamuccaya (4).
iyam hi yonih prathamā
yonih prāpya jagatipate
ātmānam śakyate trātuṁ
karmabhih śubha-lakṣaṇaih.
Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wӗnang ya tumulung awaknya sangkeng sangsāra, makasādhanang śubhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika.
Oleh karena kelahiran sebagai manusia, sangatlah utama, sebabnya demikian, (karena) ia memiliki kemampuan untuk menyelamatkan dirinya dari kesengsaraan, dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan baik, itulah keutamaan dilahirkan sebagai manusia.
Sarasamuccaya (5).
ihaiva naraka vyādheś
cikitsāṁ na karoti yaḥ
gatvā nirauṣadhaṁ sthānaṁ
sarujaḥ kiṁ kariṣyati.
Hana pwa wwang tan gawayakӗn ikang śubha-karma, tambaning naraka-loka kangkӗn lara, pӗjah pwa ya, wong alara mara ring deśa katunan tamba ta ngaranika, rūpa ning tan katӗmu ikang enak kolāhalanya.
Adalah orang, ia tidak memanfaatkan kelahiran manusianya untuk berbuat kebaikan, maka orang seperti itu dikatakan sebagai obat bagi alam-alam Neraka, dianggap sebagai penyakit. Setelah ia mati, maka ia bagaikan orang sakit yang pergi ke suatu tempat yang tidak ada obatnya, pada kenyataannya segala perbuatan yang dilakukannya tidak akan pernah memberikan kebahagiaan.
Sarasamuccaya (6).
Sopanabhūtaṁ svargasya
mānuṣyaṁ prāpya durlabham
tathātmānaṁ samādayād
dhvamseta na punar yathā.
Paramarthanya, pӗngpӗngӗn ta pwa katӗmwanikang si dadi wwang, durlabha wi ya ta, sāksāt handaning mara ring swarga ika, sanimittaning tan tiba muwah ta pwa damӗlakӗna.
Kesimpulannya, pergunakanlah dengan bijak kesempatan terlahir sebagai manusia, yang sesungguhnya sangat sulit didapatkan. Oleh karena kelahiran menjadi manusia merupakan tangga langsung menuju Surga, maka segala (perbuatan) yang menyebabkan tidak terjatuh lagilah yang hendaknya dipegang erat-erat.
Sarasamuccaya (7).
Karma-bhūmiriya brahman
phalabhūmirasau mata
iha yat kurute karma
tat paratropabhujyate.
Apan iking janma mangke, pagawayan śubhāśubha-karma juga ya, ikang ri pӗna pabhuktyan karma-phala ika, kalinganya, ikang śubhāsubha-karma mangke ri pӗna ika an kabukti phalanya, ri pӗgatni kabhuktyanya, mangjanma ta ya muwah, tūmūta wāsanāning karma-phala, wāsanā ngaraning sangkāra, turahning ambemātra, ya tinūtning paribhāsā, swargācyuta, narakācyuta, kunang ikang śubhāśubha-karma ri pӗna, tan paphala ika, matangnyan mangke juga pӗngpӧnga śubhāśubha-karma.
Karena kelahiran sebagai manusia sekarang ini, merupakan kesempatan untuk melakukan perbuatan baik atau pun tidak baik, yang nantinya akan dinikmati hasil perbuatannya itu. Kesimpulannya, segala perbuatan baik atau tidak baik yang dilakukan dalam hidup ini, nanti akan dinikmati hasilnya (di alam setelah meninggal). Setelah selesai menikmati hasil perbuatannya, maka ia akan menjelma kembali, diikuti oleh Wasana atau sisa-sisa hasil perbuatannya. Wasana berarti saṁskāra, hanya sisa-sisa bau yang tertinggal, itulah yang diikuti kesan-kesan paribhāṣānya, (entah) kelahiran Surga, ataukah kelahiran Neraka, konon segala perbuatan baik dan tidak baik di sana, sama sekali tidak menghasilkan pahala. Oleh karena itu, sekarang di dunia ini sajalah hendaknya dimanfaatkan kesempatan untuk melakukan perbuatan baik dan (menghindari) perbuatan tidak baik.
Baca juga :   Keagungan Bhagavad-gita | Waraha Purana
Sarasamuccaya (8).
Mānuṣyam durlabhaṁ prāpya
vidyullasita cañcalam
bhavakṣaye matih kāryā
bhavopakaraṇeṣu ca.
Iking tang janma wwang, kṣanika-swabhāwa ta ya, tan pahi lawan kӗḍapning kilat, durlabha towi, matangnyan pӧngakӗna ya ri kagawayaning dharma-sādhana, sakaraṇanging manāṣanang sangsāra, swargaphala kunang.
Beginilah sesungguhnya kelahiran sebagai manusia, sangatlah singkat, tiada bedanya dengan kilatan petir, lagi pula sangat sulit didapat, maka dari itu manfaatkanlah (kesempatan terlahir sebagai manusia ini) untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban Dharma, yang akan menyebabkan terhentinya (perputaran) kesengsaraan (mokṣa), atau (setidaknya) mencapai alam-alam Surga.
Sarasamuccaya 09.
Mereka yang memanfaatkan kelahirannya hanya untuk mengejar kekayaan, kesenangan, nafsu-nafsu kotor dan rakus, mereka yang tidak melakukan kebajikan di bumi, mereka inilah manusia yang tersesat dan pergi menjauh dari jalan kebenaran.
Sarasamuccaya (10).
Mereka yang telah melakukan kebajikan pun kebenaran, namun masih terikat dalam proses lahir dan mati, mereka ini belumlah memperoleh inti sari dari kebebasan.
Sarasamuccaya (11).
Ūrddhva bāhur viraumyeṣa
na ca kaścicchṛṇoti me
dharmād arthaś ca kāmaś ca
sa kim arthaṁ na sevyate.
Nihan mata kami mangke, manawai, manguwuh, mapitutur, ling mami, ikang artha, kāma, malamakӗn dharma juga ngulaha, haywa palangpang lawan dharma mangkana ling mami, ndātan juga angrӗngo ri haturnyan ewӗh sang makolah dharmasadhāna, apa kunang hetunya.
Beginilah kesimpulan kami sekarang ini; (dengan) melambaikan tangan, memanggil-manggil, menasehati, dan hamba mengingatkan, tentang harta, berbagai kesenangan, harus diperoleh dengan berlandaskan Dharma, jangan pernah berlawanan dengan Dharma, demikian pesan kami, namun tidak ada yang memperdulikannya, karena menurut mereka sangat sulit bertingkah laku berdasarkan Dharma, apa kiranya yang menyebabkan demikian?
Sarasamuccaya (12).
kamarthau ipsamānastu
dharmmamevāditaścaret
na hi dharmmādapetyārthah
vāpi kadācana
Yanparamārthanya, yanarthakāmasādhyan, dharma juga lêkasakêna rumuhun, niyata katêmwaning arthakāma mêne tan paramārtha wi katêmwaning arthakāma dening anasar sakeng dharma.
Jika kekayaan dan kesenangan dicari, lakukanlah kebajikan/kebenaran terlebih dahulu. Jika kebajikan pun kebenaran dilakukan, niscaya kekayaan dan kesenangan pastilah didapatkan. Sungguh tidak akan ada artinya jika kekayaan
Sarasamuccaya (13).
dhārmmikam pūjayanti ca
na dhanāḍyaṁ na kāminam
dhane sukhakalā kācid
dharmme tu paramaṁ sukham.
Kunang sang paṇḍita, sang dhārmika juga, inastutinira, inalӗmnira, an sira prasiddha anӗmu sukha, tan pangalӗm sugih, kamῑ, apan tan tuhu sukha, ri hananing ahangkārājñāna, ri sӗdӗngning dhana-kāma wyawahāra.
Ada pun seorang pendeta yang bijaksana, (maka) orang bijaksana yang mantap dalam pelaksanakan ajaran Dharma sajalah yang dipuji-puji, (dan) diagung-agungkan (olehnya), karena orang seperti itulah yang sesungguhnya berhasil memperoleh kebahagiaan, dan bukan mereka yang mengagungkan kekayaan, (atau orang yang) sibuk dalam pemuasan nafsu-keinginan, karena harta kekayaan dan pemuasan keinginan duniawi bukanlah kebahagiaan sejati, disebabkan oleh keberadaan keakuan palsu serta kegelapan-kebodohan, ketika mereka sedang menikmati harta benda dan kenikmatan nafsu keinginan.
Sarasamuccaya (14)
Dharma eva plavo nānyah
svargam samabhivāñchatam,
sa ca naurpvaṇijasstatam
jaladheh pāramicchetah.
Ikang dharma ngaranya, hênuning mara ring swarga ika, kadi gatining parahu, an hênuning baṇyaga nêntasing tasik.
Dharma itu merupakan jalan untuk pergi ke sorga. Layaknya perahu, sesungguhnya adalah alat bagi orang untuk mengarungi lautan (untuk ke seberang lautan).
Baca juga :   Sloka-sloka Weda tentang Pernikahan
Sarasamuccaya (15)
Yatna kāmārthamokṣāṇām
krtopi hi vipadyate,
dharmmāya punararambhah
saṇkalpopi na niṣphalah.
Ikang kayatnan ri kagawayaning kama, artha, mwang, moksa, dadi ika tan paphala, kunang ikang kayatnan ring dharmasādhana, niyata maphala ika, yadyapin angênangênan juga, maphala atika.
Usaha tekun dalam kerja mencari artha, kama, maupun moksa, ada kalanya tidak mendatangkan hasil. Akan tetapi usaha tekun dalam pelaksanaan dharma, tidak disangsikan lagi, sudah pasti berhasil sekalipun baru hanya dalam angan-angan saja.
Sarasamuccaya (16)
Yathādityah samudyan vai
tamah sarvvam vyapohati,
evam kalvāṇamātistam
sarvvapāpam vyapohati.
Kadi krama sang hyang Āditya, an wijil, humilangkên pêtêngning rāt, mangkana tikang wwang mulahakêning dharma, an hilangakên salwiring pāpa.
Seperti halnya matahari terbit menghilangkan gelapnya dunia, demikian juga halnya orang yang melakukan kebenaran (dharma), akan menghilangkan (terbebas dari) segala macam dosa.
Sarasamuccaya (17)
Yathā yathā hi puruṣah
kalyāṇa ramate manah,
tathā tathāsya siddhyanti
sarvvārtha nātra samṣayah.
Salwiring wwang kanistamadhyamottama tuwi, yāwat gawe kajênêk ni hatinya niyata siddhaning sasinādhyana.
Setiap orang, tidak perduli apakah ia berkedudukan rendah menengah ataukah tinggi, selama dalam hatinya bersemayam kemauan untuk berbuat baik, niscaya tercapailah segala apa yang diusahakan untuk diperolehnya.
Sarasamuccaya (18).
Dharmaḥ sadā hitaḥ pumsāṁ
dharmaścaivāśrayah satam
dharmallokāstrayastāta
pravṛttah sacarācarāh.
Mwang kottaman ikang dharma, prasiddha sangkaning hitāwasāna, irikang mulahakӗn ya, mwang pinakāśraya sang paṇḍita, sangksӗpanya, dharma mantasakӗnikang triloka.
Keutamaan dharma yang lain lagi (adalah bahwa) dharma tersebut mampu menghapuskan bekas-bekas karma hidup masa lampau, bagi mereka yang mengamalkannya, dan juga merupakan perlindungan bagi para pendeta bijaksana. Kesimpulannya, Dharma menyeberangkan (orang dari) tiga alam Tri Loka.
Catatan:
Berhari-hari saya harus mencari kata dan kelimat yang tepat atau paling mendekati arti serta makna “komentar Bahasa Kawi” Sarasamuccaya bagian ini. Terlebih lagi karena sedang berada di Eropa dan jauh dari Perpustakaan saya terutama kamus-kamus Sanskerta dan Kawi yang saya perlukan, lalu saya mencoba melihat ke śloka Sanskerta yang dikupas bebas dalam Bahasa Kawi, selanjutnya karena merasa harus mendapatkan terjemahan yang lebih mendekati arti dan makna maka saya menghubungi kawan Profesor Sanskerta. Akhirnya saya mencoba menghadirkan terjemahan di atas.
Beberapa terjemahan yang ada, pada terjemahan baris akhir menyebutkan dharma menghapuskan dosa-dosa Tri Loka. Jika saya tidak salah, kata yang menunjukkan dosa, baik dalam śloka Sanskerta maupun dalam ulasan bebas Bahasa Kawi, tidak ada kata yang menunjukkan arti dosa. Saya memilih terjemahan (yang pasti akan saya revisi lagi jika ada pemahaman baru nanti) “Dharma menyeberangkan (orang dari) tiga alam Tri Loka” mengingat tujuan dharma adalah “mokṣārthaṁ jagaddhitāya ca iti dharmaḥ”, yaitu demi kesejahteraan hidup di alam ini dan juga pada akhirnya demi mengantarkan orang pada pembebasan (mokṣa). Sedangkan, mokṣa atau pembebasan langgeng itu diperoleh oleh para Yogi dan Resi Muni dan orang-orang suci lainnya adalah dengan melampaui pencapaian alam-alam Surga, termasuk Surga tertinggi, karena pembebasan berada di luar batas Surga tertinggi.
Guru besar filsafat Aulukya atau Vaiśeṣika Darśana, Maharesi Kaṇāda, memberikan definisi sangat sederhana tetapi jelas perihal dharma, yaitu segala sesuatu yang memberikan kesejahteraan material dan pada akhirnya mengantarkan kepada pembebasan atau moksa. Itulah Dharma. Segala sesuatu yang memberikan kemuliaan material dan spiritual, baik pada diri sendiri maupun kepada yang lain, itulah Dharma (yato’bhyudaya niḥśreyasa siddhiḥ iti dharmaḥ). Kata abhyudaya berarti mengangkat, menyejahterakan, dan memakmurkan. Sedangkan kata niḥśreyasa berarti menuntuk hidup orang kepada pembebasan dari keterikatan-keterikan dan kesengsaraan dunia untuk mencapai mokṣa, yang merupakan tujuan akhir dan tujuan sejati dari kelahiran menjadi manusia di atas muka bumi ini (sangkan paraning dumadhi).
Dengan demikian, dharma mengantarkan orang untuk mampu menyeberangi alam Tri Loka yang masih berada dalam lingkaran punarbhava.
Baca juga :   Belajar melantunkan Bhagavad gita Bab 8
Sarasamuccaya (19)
yasya notkrāmati matir
dharmamārgānuṣāriṇi,
tamāhuh puṇyakārmaṇi
na śocye mitrabāndhavaih.
Hana pwa wwang tan linggar apagêh buddhinya,
asādhana, ya ikang wwang bhāgyamanta ling sang paṇḍita, tan kalarākêna dening kadang mitranya, yadyan mānāśakāna panapana mangatītajiwīta tuwī.
Orang yang tidak bimbang, yang tidak tergoyahkan keteguhan budhinya dalam melaksanakan dharma (kebenaran), orang inilah yang sesungguhnya berbahagia. Dia tidak akan menyebabkan saudara-saudara, kerabat dan handai taulannya bersedih, meskipun dia harus berkelana meminta-minta sedekah untuk menyambung hdiupnya. Demikian dikatakan oleh orang yang bijaksana.
Sarasamuccaya (20)
yatheksuhetoriha secitam payah
trenāni vallīrapi samprasincati,
tatho naro dharmapatena sañcaran
yaśamsi kāmāni vasūni cāśnute.
Kunang paramārthanya, kadyangganing wwai mangêna têbu, tan ikang têbu juga kānugrahan denika, milu tekaning tṛênalatādi, saparêk ikang têbu milu kānugrahan, mangkanang tang wwang makaprawrêtting dharma, artha, kāma, yaśa kasambi denika.
Karena pada hakekatnya, seperti air yang menggenangi (kebun) tebu, bukan hanya tebu itu saja yang mendapat air, tetapi rumput, tanaman menjalar dan segala tanam-tanaman di dekat tanaman tebu itupun mendapat air pula. Demikianlah orang yang melaksanakan dharma, (dengan sendirinya) artha dan kesenangan hidup serta kemasyuran akan diperolehnya juga.
Sarasamuccaya (21)
surūpatāmātmagunam ca vistaram
kulānvayam dravyasamred-dhisañcayam,
naro hi sarvam labhate yathākṛtam sadāśubhenātmakṛtena karmanā.
Kunang ikang wwang gumawayikang śubhakarma, janmanyan sangkê rig swarga dêlāha, litu hayu maguṇa, sujanma, sugih, mawīrya, phalaning śubhakarmāwasāna tinêmunya.
Untuk orang yang melakukan perbuatan yang baik, kelak dia akan lahir dari sorga, terlahir menjadi orang yang rupawan, gunawan, muliawan, hartawan, dan memiliki kekuasaan. Itulah yang didapatnya sebagai hasil dari melakukan perbuatan yang baik
Sarasamuccaya (22)
kāntāravanadurggesu
kṛśchreṣvapatsu sambhrame,
udyateṣu ca śastreṣu
nāsti dharmmavatām bhayam
Lawan tan waneh, ring hêlêt, ring alas, ring pringga, ring laya, alwiring duhkha hetu, ri paprangan kunêng, tar têka juga ikang bhaya, ri sang dharmika, apanikang śubhakarma rumakṣa ṣira.
Di manapun, di semak-semak, di hutan, di jurang, di semua tempat yang dapat menimbulkan kesusahan, bahkan di dalam peperangan sekalipun, tidak akan timbul bahaya yang menimpa orang yang selalu melaksanakan dharma, karena perbuatan baiknya itulah yang melindunginya.
Sarasamuccaya (23).
manonukūlāh pramadā
rūpavatyah svālaṅkṛtāh
vāsah prāsādapṛṣṭhe ca

bhavanti śubhakarmmanām.

Lawan ta-waneh, ikang strῑratna anakӗbi rahayu, sangsangan ring sinaṇḍang, wruh ri sanginakana ring jalujalu, lawan umah rahayu, makādi prāsādapṛṣṭha, upalaksana ring bhogopabhoga, mwang anarghya wastrābharaṇādi, dṛbya sang punyakārῑ ika kabeh.
Selain itu, wanita mulia yang berwajah cantik, tampak pantas menawan dengan segala jenis pakaian yang dikenakannya, paham akan tata cara membahagiakan suami, serta (mempunyai) rumah yang bagus bagaikan istana dengan (segala) perlengkapan kenyamanannya, termasuk (sandang-pangan) berbagai jenis makanan serba enak serta pakaian dan perhiasan mewah tidak ternilai harganya, semua itu merupakan harta milik bagi mereka yang (selalu) melakukan perbuatan punia yang mulia.
Sarasamuccaya (24)
nipānamiva maṇḍūkāh

sarah purṇṇamivāndajāh,
subhakarmmānamāyānti

sahāyācca dhanāni ca.

Apang ikang balakośawāhana, tumêkākên awaknya ya ri sang puṇyakarma, kadi kramaning maṇḍūka, an parākena āwaknya ring sumur, mwang ikang manuk, an têkākêna awaknya ring talaga.

Bagaikan katak yang datang sendiri kekubangan air, bagaikan burung yang akan selalu datang ke telaga, demikianlah harta kekayaan dan kesenangan itu akan datang sendiri menghampiri mereka yang teguh dengan kebajikan dan kebenaran

Sarasamuccaya (26)
mastakasthāyinam mṛtyum
yadi paśyedayam janah,
āhāropi na rucyeta
kimutākṛtyakāritā.
Yan wruha ktikang wwang an nirantarāngite manunggang ri mastakanya ikang mrityu, yaya tan hyunanya mangana tuwi, ngūninguni magawayaning adharma.
Mereka yang sadar bahwa maut dan kematian selalu mengintai hidupnya, tentunya mereka tidak akan rakus dengan harta dan kesenangan, apalagi perbuatan-perbuatan jahat yang menyimpang dari kebajikan dan kebenaran.
Please follow and like us:
fb-share-icon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *