Umat Hindu Mojokerto Iuran 1000 Per bulan

Dharma Yatra, atau sering juga dikenal sebagai “Pilgrimage Dharma,” adalah perjalanan rohaniah yang dijalani oleh para penganut agama Hindu. Kata “Yatra” dalam bahasa Sanskerta berarti perjalanan atau pawai, sedangkan “Dharma” mengacu pada kewajiban moral dan etika dalam agama Hindu. Dharma Yatra adalah salah satu bentuk ibadah dalam agama Hindu yang bertujuan untuk meningkatkan spiritualitas, mendekatkan diri pada Tuhan, dan mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai dharma dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Dharma Yatra, para penganut agama Hindu melakukan perjalanan ke tempat-tempat suci, kuil, atau situs spiritual yang memiliki signifikansi religius. Mengikuti Dharma Yatra bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga sebuah perjalanan batin yang mendalam. Para peziarah datang dengan niat yang tulus dan rendah hati untuk membersihkan pikiran dan jiwa mereka dari dosa, mengamalkan ketaatan, dan mencari pencerahan spiritual. Perjalanan ini sering dianggap sebagai momen transformasi, di mana para peziarah dapat meningkatkan kesadaran diri mereka, menemukan kedamaian batin, dan mengokohkan ikatan mereka dengan Tuhan.

Dharma Yatra adalah pengalaman yang mendalam dan mempengaruhi bagi banyak penganut agama Hindu. Perjalanan ini memberi kesempatan bagi mereka untuk menghubungkan diri dengan akar spiritual mereka, mengenang ajaran-ajaran agama Hindu, dan menghidupkan kembali nilai-nilai etika dalam kehidupan sehari-hari.

PHDI Yogyakarta adalah singkatan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). PHDI merupakan organisasi yang mewadahi umat Hindu di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Organisasi ini berfungsi untuk mengelola dan memperjuangkan kepentingan agama Hindu serta mengawasi berbagai aktivitas keagamaan di wilayah Yogyakarta.

Pada tanggal 28 – 29 Juli 2023, Pengurus PHDI DIY beserta 11 lembaga dan badan, berjumlah 42 orang, Melakukan Dharma Yatra atau lebih dikenal dengan Tirtayatra di Daerah Mojokerto Jawa Timur, adapun tempat yang dikunjungi adalah 

  1. Pura Sasana Bina Yoga yang beralamat Dusun, Sumber Rejo, Sumber Tanggul, Kec. Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Tiba di Pura ini pada pukul 03.00WIB (Dini hari), langsung disambut Umat pengempon pura, sambil bercengkrama umat pengempon pura menyuguhkan kopi, teh, pisang goreng, singkong goreng, pisang rebus. Setelah bebersih diri, para rombongan melakukan sembahyang bersama di Mandala Utama pura dipimpin Romo Wasi setempat, dalam sambutannya Romo Wasi menyampaikan sejarah Pura Sasana Bina Yoga yang umatnya sekitar 24 KK. Dalam kesempatan itu, Ketua PHDI DIY Drs. Nyoman Warta, M.Hum menyampaikan apresiasi atas sambutan yang hangat warga pengempon pura, sekaligus menitipkan pesan, agar umat Hindu di wilayah Mojosari jangan minder atau berkecil hati, kedepan Hindu Pasti akan Bangkit lagi. Pada kesempatan itu PHDI juga menyampaikan tali asih atau punia untuk umat pura Sasana Bina Yoga.
  2. Perjalanan dilanjutkan ke Pura Manunggal Jati yang beralamat Kembangringgit, Kec. Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Pura yang secara ukuran tidak terlalu luas namun umatnya sangat militan tersebut terletak di sekitar perkampungan dengan berbagai latar belakang agama. Di Pura ini juga dilangsungkan Simakrama dan sarasehan antara Umat Pura Manunggal Jati dan Pengurus PHDI DIY. Dalam sambutannya Sri Wangi Peni, M.Kes menceritakan tentang kondisi umat di kabupaten Mojokerto yang pada zaman Majapahit merupakan basis Hindu, hal tersebut dibuktikan dengan banyak ditemukan situs dan candi bercorak Hindu. Secara keuangan kita masing sangat minim bantuan pemerintah, hanya beberapa kali terima bantuan operasional. Untuk memenuhi kebutuhan operasional pura dan perawatan, umat disini Iuran Rp. 1000 (Seribu) per bulan”Kata Sri Peni. Dalam penyampaiannya Ketua PHDI DIY Drs. Nyoman Warta, M.Hum menyampaikan bangga dan salut atas militansi umat Mojokerto dibawah kepemimpinan Sri Wangi Peni yang seorang Bidan. Dalam Sarasehan Dr. Drs. Putu Panji Sudira,. M.Pd. bertanya, Apakah 20 – 30 tahun pura ini akan masih tetap berfungsi sebagai pura? Pertanyaan yang jawabannya perlu perenungan panjang. Apa yang harus dilakukan dari sekarang untuk memastikan pura ini masih ada umatnya 20-30 tahun kedepan? Jawaban pastinya, kita harus lakukan kaderisasi dari sekarang, jadikan pura bukan hanya tempat sembahyang, jadi jadikan basis pendidikan dan berkegiatan keagamaan agar tumbuh rasa cinta dan militansi.
  3. Tujuan berikutnya adalah Petirtan Jolotundo yang beralamat  Dukuh Biting, Seloliman, Kec. Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Merupakan Petirtaan Berumur 1.046 Tahun. Petirtaan Jolotundo, Tempat Para Resi Menyucikan Diri di Era Medang-Majapahit. Jolotundo adalah sebuah tempat suci yang terletak di lereng Gunung Penanggungan, Jawa Timur, Indonesia. Tempat ini memiliki nilai historis dan spiritual yang tinggi bagi masyarakat Hindu di Indonesia. Jolotundo juga dikenal dengan nama “Tirta Mukti Jolotundo,” yang secara harfiah berarti “air yang menyelamatkan dari penderitaan.” Tempat suci Jolotundo merupakan salah satu situs penting dalam tradisi agama Hindu di Jawa Timur, terutama bagi mereka yang mengikuti kepercayaan agama Hindu Dharma. Menurut kepercayaan Hindu, Jolotundo dipercaya sebagai tempat suci yang memiliki kekuatan rohaniah dan memiliki air suci yang dapat membersihkan dosa dan menyucikan jiwa. Oleh karena itu, tempat ini menjadi tujuan utama bagi para peziarah yang ingin mencari pencerahan spiritual dan mendapatkan berkah dari Tuhan. Setiap tahun, terutama pada perayaan hari raya penuh bulan purnama pada bulan Jawa Kesanga (Sasih Sura), ribuan peziarah dari berbagai daerah datang ke Jolotundo untuk melaksanakan ritual pembersihan diri dan berdoa. Selama perayaan ini, banyak peziarah yang mandi di mata air suci yang terdapat di tempat ini. Mandi di sumber air ini dipercaya dapat membersihkan jiwa dari dosa dan kotoran spiritual, serta memberikan kesembuhan bagi mereka yang sakit secara fisik dan rohaniah. Selain untuk beribadah, Jolotundo juga menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan karena berlokasi di kaki Gunung Penanggungan. Para peziarah dapat menikmati keindahan alam sekitar sambil merenung dan memusatkan pikiran mereka dalam meditasi. Sebagai situs bersejarah, Jolotundo juga memiliki beberapa peninggalan arkeologi, termasuk candi dan batu bertulis yang menambah nilai historis tempat ini.
  4. Perjalanan selanjutnya ke Candi Kedaton (Sumur Upas) yang berlamat di Jl. Pendopo Agung, Sidodadi, Trowulan, Kec. Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur Candi Kedaton adalah nama candi di Indonesia yang bermakna candi kedatuan sekitar 500 meter disebelah selatan Pendopo Agung. secara geografis terletak pada kordinat 112° 22’ 47,1” BT 07° 34’ 13,1” LS. Candi ini terletak di Desa Andung Biru, Tiris, Probolinggo, Jawa Timur, candi Kedaton berbentuk lapik/batur , menghadap ke barat laut yang jarang terjadi di Pulau Jawa , kemungkinan Candi Kedaton menghadap Gunung Semeru atau ke puncak Gunung Hyang. Adapun keunikan Candi Kedaton adalah dindingnya yang diberi reliief tiga cerita, yaiyu Arjunawiwaha (sisi kiiri) , Garudeya (sisi belakang) dan Samba (sisi kanan). Yang reliefnya dipahat pada sembilan panil disetiap sisi candinya.[1] Candi Kedaton disebut juga dengan Candi Sumur Upas. asal mulanya, dahulu ada seseorang yang mencoba memasuki sumur yang ada ditempat itu, tapi setelah tiba didalam dia merasa lemas, sehingga kemudian tempat itu di kenal sebagai Sumur Upas (sumur beracun). terdapat beberapa bangunan, bangunan pertama berada di Timur Laut ( depan pintu masuk) adalah bagia kaki dari sebuah bangunan yang berbentuk persegi panjang yang berukuran 12,60 m X 9,50 meter dengan tinggi 1,58 cm. Bangunan lain nya terletak disebelah selatandari bangunan itu. Sumber Wikipedia
  5. Perjalanan selanjutnya ke Candi Brahu yang beralamat di Jl. Candi Brahu No.73, Siti Inggil, Bejijong, Kec. Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Tepatnya, candi ini berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, atau sekitar dua kilometer ke arah utara dari jalan raya Mojokerto—Jombang
Baca juga :   Bekerja tanpa mengharap hasil : Pelajaran dari Bhagavad Gita

Peserta  sepakat  Dharma Yatra, Setelah selesai explore Candi Brahu,  peserta melanjutkan perjalanan pulang ke Yogyakarta. Semoga perjalanan kali ini, Pengurus PHDI DIY bertambah pengetahuan dan wawasan tentang kondisi umat di wilayah lain dan lebih bersemangat lagi untuk membuat program-program yang langsung dapat dirasakan oleh umat Hindu di Daerah Istimewa Yogyakarta pada khususnya.

Please follow and like us:
fb-share-icon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *