Inilah point’ penting!!! Membangun Keluarga Sukinah Hindu

HinduJogja.com, (11/03/2020) Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata KULA dan WARGA, KULA artinya Abdi, hamba dan WARGA berarti Jalinan, Ikatan dan Pengabdian. Kulawarga berarti Jalinan.

Keluarga bahagia yang menjadi tujuan wiwaha samkara dalam terminology Hindu disebut keluarga Sukhinah merupakan unsur yang sangat menentukan terbentuknya masyarakat sehat (sane society).

Bersatunya antara seorang wanita dengan seorang laki-laki yang disimbulkan akasa dan pertiwi sebagai cikal bakal sebuah kehidupan baru yang diawali dengan lembaga perkawinan. Hendaknya laki-laki dan perempuan yang telah terikat dalam ikatan perkawinan selalu berusaha agar tidak bercerai dan selalu mencintai dan setia sampai akhir hayat hidupnya, jadikanlah hal ini sebagi hukum yang tertinggi dalam ikatan suami-istri.

Narasumber Drs. Nyoman Warta, M.Hum dan pendamping Dewa Raka.

Saat seorang laki-laki dan perempuan menikah, maka sebagian tubuhnya istri milik suami dan sebagian tubuh suami milik istri, dan mereka menjadi satu kesatuan yang disimbolkan dengan Arda Nareswari, jika satu sakit, maka yang lain juga merasakan, jika suami sakit maka istri akan merasakan sakit demikian sebaliknya, mereka menyatu dengan tugas dan fungsinya masing-masing bagaikan Yin dan Yang, Positif dan Negatif yang saling melengkapi seperti halnya listrik tidak akan berfungsi jika hanya ada positif saja atau negatif saja, keduanya harus ada barulah dapat berfungsi.

Selanjutnya setelah terjadi harmonisasi antara suami dan istri, maka keduanya berfokus untuk melahirkan putra yang Suputra, karena hanya suputralah yang akan menyeberangkan orang tuanya dari penderitaan dan api neraka.

Demikian beberapa point yang disampaikan oleh Drs. Nyoman Warta, M.Hum dalam pembekalan atau Orientasi pembinaan keluarga sukinah yang diselenggarakan oleh Bimas Hindu kementrian Agama Yogyakarta, di Hotel Griya Persada Kaliurang Yogyakarta.

Nyoman Warta pernah menjabat sebagai Pembimas Hindu Yogyakarta dan saat ini sebagai Waket 1 bidang akademik Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten, Dosen Agama dibeberapa perguruan Tinggi Negeri dan Swasta terkemuka di Yogyakarta. Dan Periode 2019 – 2024 Beliau terpilih sebagai Ketua Umum PHDI Yogyakarta. Paparan yang disampaikan dalam bahasa yang sederhana dan dengan gaya yang lugas serta kocak membuat para peserta enjoy mengikuti materi sampai selesai.

Baca juga :   Kunjungan Menteri PANRB ke STHD Klaten: Dorong Perubahan Status dan Peningkatan Kualitas Pendidikan
Peserta Orientasi bersemangat mendengarkan paparan Narasumber

Berikut point-point materi yang berhasil penulis catat

  1. Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: “Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
  2. Perkawinan disebut Wiwaha Samskara adalah merupakan upacara sakral atau sakralisasi suatu peristiwa kemanusiaan yang bersifat wajib bagi umat Hindu (Weda Smrthi II-67), karena saat Wiwaha Samskara menghadirkan 3 Saksi (Dewa Saksi, Manusia Saksi dan Bhuta Saksi)
  3. Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam perkawinan agar setia Samapi ajal menjemput,dan hendaknya ini dianggap sebagai hukum yang tertinggi bagi suami-istri (Weda Smrthi IX-101)

Keluarga Sukinah Hindu diawali dengan :

  • Upcara perkawinan Samskara Wiwaha atas dasar cinta sama cinta
  • Perkawinan merupakan kebutuhan vital bagi manusia normal, dalam usahanya melanjutkan keturunan, keluarga dan statusnya.

Hakekat dan tujuan hidup manusia, Catur Purusartha (Dharma, Artha, Kama dan Moksa)

Tujuan Agama/Dharma, Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma

Kewajiban Dalam Berkeluarga

  • Mendidik dan memelihara anak menjadi Suputra
  • Melaksanakan dan melanjutkan Sradha Bhakti, misalnya panca Yadnya secara tulus ikhlas dengan penuh keyakinan (kerja tanpa pamrih)
  • Melakukan kewajiban-kewajiban yang bersifat pengabdian kepada masyarakat karena sebagai seorang Grihasta ia bertanggungjawab terhadap kesejahteraan keluarga.

Inti Keluarga Sukinah

  • Mempunyai tempat tinggal
  • Mempunyai tempat sembahyang
  • Mempunyai keturunan/anak

Ketiga syarat merupakan landasan yang kuat bagi kelangsungan hidup berkeluarga Sukinah. Apabila telah terbentuk keluarga dan telah diterima sebagai anggota keluarga, maka kita harus melakukan kewajiban seperti :

  • Kepada suami/istri
  • Kepada anak
  • Kepada orang tua/leluhur
  • Kepada masyarakat lingkungan
  • Kepada Agama

Ada 4 pahala berbuat Bhakti kepada orang tua

  1. Kirti artinya pujian tentang kebaikan
  2. Ayusa artinya kehidupan/umur panjang
  3. Bala artinya kekuatan
  4. Yasa artinya nama baik yang ditinggalkan (Sarasamuccaya 250)
Baca juga :   Giri Kerti 2020 : Direktur AMI, Jogja Kota Budaya

Membina keluarga sukinah bahagia dan sejahtera

  • Kewajiban-kewajibanyang harus dilaksanakan oleh Grihasta asrama yaitu:
    • Menjaga kerukunan dalam keluarga
    • Saling percaya mempercayai
    • Berpedoman pada ajaran Tat Twam Asi
    • Pengendalian diri
    • Tri kaya parisudha
    • Panca Yama : Ahimsa, Satya, Astaya, Brahmacari dan Aparigraha/hidup sederhana
    • Nyama Brata : Sauca, Santosa, Tapa, Swadhyaya, dan Iswaraparidana/pemusatan pikiran.

Dalam Sloka Dharmajati

Om pradanam Purusa sang yoga ya, Windu dewataya, Bhoktra jagatnataya

Artinya :

Ya Tuhan, yang menciptakan dan mempersatukan kaum laki-laki dan kaum perempuan serta menghidupkannya dan mengembang biakan dunia beserta isinya dalam tugas dan kedudukannya masing-masing di masyarakat.

Perkawinan merupakan kodrat

  • Hendaknya dijalani dengan kesucian lahir dan bathin
  • Perkawinan merupakan nilai sakral
  • Perkawinan merupakan Yadnya
  • Perkawinan merupakan pengorbanan lahirdan bathin
  • Perkawinan harus langgeng
  • Perkawinan hanya sekali dalam kehidupan
  • Perkawinan merupakan pintu gerbang menuju sorga, Moksa dan Sunya.

Tujuan berkeluarga

  1. Dharmasampati, suami istri secara bersama-sama melaksanakan ajaran Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban hidup sesuai dengan ajaran agama.
  2. Praja, suami istri mampu melahirkan keturunan (Putra-putri) yang Suputra, berkualitas yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban pada leluhur
  3. Rati, suami istri dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan lainya (Artha dan Kama) yang tidak bertentangan dengan Dharma (Kebenaran)

Menawa Dharma Sastra menyatakan BAB III Sloka 10

Wanita yang boleh dijadikan istri :

Awyangganggim saumyanamim Hamsa warna gaminim, Tanuloma kecadacanam mrdwanggi Mudwahet Striyam

Hendaknya ia tidak mengawini wanita yang cacat tubuhnya, yang mempunyai nama yang pantas, yang jalannya seperti seekor angsa/seekor gajah, yang Balu, badan/kepalanya tidak terlalu tebal, mempunyai gigi yang kecil dan anggota badan yang lembut.

Keluarga sebagai lembaga pendidikan

  • Dari segi pendidikan, keluarga, rumah tangga merupakan lembaga pendidikan disamping sekolah dan masyarakat
  • Keluarga merupakan lembaga pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak
  • Orang tua/ibu, pertama kalinya anak-anak memperoleh pendidikan dan pengajaran dari orang tuanya
  • Mulai dari bercakap-cakap, mengenal anggota badan, anggota keluarga, rumah tangga dan sebagainya
Baca juga :   UPAKARA

Peran orang tua dalam pendidikan

  • Peran orang tua terutama ibu sangat dominan berperan dalam proses pendidikan si anak
  • Sedangkan Bapak/Sang ayah lebih bersama mengawasi, meluruskan dan menyempurnakan proses pendidikan tersebut
  • Sang Ibu dapat diumpamakan sebagai seorang arsitek dalam rumah tangga, dari mengatur ruangan, kebersihan, kerapian dan suasana segar dalam rumah tangga
  • Sang ibu menjadi kunci utama dalam pembentukan pribadi dan karakteristik anak.

Protap Mendidik Anak

Tingkahning sutaçāsaneka kadi rāja-tanaya ri sêdêng limang tahun.Sapta ng warṣa wara hulun sapuluhing tahun ika wuruken ring akṣara.Yapwan ṣoḍaçawarṣa tulya wara mitra tinaha-taha denta miḍana.Yan wus putra suputra tinghalana solahika wurukên ing nayenggita. (Niti çastra IV-20)

Terjemahan : Anak yang sedang berumur lima tahun, hendaknya diperlakukan seperti anak raja. Jika sudah berumur tujuh tahun, dilatih supaya suka menurut. Jika sudah sepuluh tahun, dipelajari membaca. Jika sudah enam belas tahun diperlakukan sebagai sahabat; kalau kita mau menunjukkan kesalahannya, harus dengan hati-hati sekali. Jika ia sendiri sudah beranak, diamat-amati saja tingkahnya; kalau hendak memberi pelajaran kepadanya, cukup dengan gerak dan alamat.

Wanita dihormati memperoleh kemakmuran

Yatra Naryastu Pujyante, Ramante yatra dewatah. yataraitastu na Pujyante, Sarwastaraphalah kryah (WS.III-56)

Artinya : Dimana wanita dihormati, disana para Dewa merasa senang, dimana mereka tidak dihormati tidak ada upacara berpahala.

Cocanti Jamayo yatra, winacatyacu tatkulam. na Cocanti to yatraita, wardhata taddhi sarwada. (WS-III.57)

Artinya : Dimana warga wanitanya hidup dalam kesedihan, keluarga itu akan cepat hancur, tetapi dimana itu tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia

Dalam Slokantara dinyatakan

Bila ada orang yang membuat sumur seratus, dikalahkan dengan membuat waduk sebuah

Bila orang membuat waduk seratus dikalahkan pahalanya dengan orang membuat Yadnya sekali

Adapun yang membuat Yadnya seratus kali, kalah pahalanya dengan seorang yang memiliki putra yang Suputra

Please follow and like us:
fb-share-icon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *